News Tobadak– Pemerintah memastikan tengah mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan kewajiban utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini diungkapkan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, menanggapi pernyataan tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak keras penggunaan dana APBN untuk melunasi utang jumbo proyek tersebut.
Pernyataan Mensesneg ini sekaligus memperkuat sinyal bahwa pemerintah sedang menjajaki berbagai opsi pembiayaan non-APBN. Salah satu wacana yang tengah dikaji adalah restrukturisasi utang, pembiayaan ulang melalui konsorsium BUMN, atau skema kerja sama investasi baru yang melibatkan pihak swasta.
Utang Jumbo Rp 116 Triliun
Sebagai informasi, total beban utang proyek KCIC disebut telah menembus Rp 116 triliun. Nilai itu melonjak dari perkiraan awal akibat sejumlah faktor, termasuk pembengkakan biaya konstruksi, perubahan desain teknis, serta kenaikan kurs dan bunga pinjaman.
Dalam proyek ini, Indonesia diwakili oleh konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sementara pihak Tiongkok diwakili oleh China Railway International Co. Ltd.. Porsi kepemilikan saham Indonesia mencapai 60 persen, sedangkan Tiongkok memegang 40 persen.
Sejak awal, proyek ini diklaim tidak menggunakan dana APBN. Namun, kebutuhan tambahan pembiayaan yang muncul di tengah jalan memunculkan wacana agar negara turun tangan. Di sinilah Purbaya Yudhi Sadewa tegas menolak.
Purbaya Tegas: Bukan Tanggung Jawab Negara
Baca Juga: Kasus Pengeroyokan di THM Sky Bar Naik ke Penyidikan
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya menyampaikan bahwa proyek kereta cepat sepenuhnya merupakan tanggung jawab konsorsium BUMN yang terlibat. Ia menolak ide untuk mengalihkan beban utang tersebut kepada negara.
“APBN tidak boleh digunakan untuk membayar utang proyek KCIC. Itu bukan tanggung jawab pemerintah,” tegas Purbaya dalam keterangannya di Jakarta.
Ia juga menyinggung posisi Danantara, superholding baru BUMN, yang kini memegang seluruh dividen perusahaan pelat merah. Menurut Purbaya, karena dividen BUMN sudah menjadi milik Danantara, maka tidak ada alasan untuk menggunakan APBN dalam pembiayaan proyek komersial seperti kereta cepat.
“Kalau Danantara sudah memegang seluruh dividen BUMN, berarti tanggung jawabnya juga di sana. Ini harus dikelola dengan prinsip bisnis, bukan fiskal negara,” ujarnya.
Istana Dorong Perluasan Rute Hingga Surabaya
Menariknya, di tengah perdebatan soal utang, pemerintah tetap menunjukkan optimisme terhadap masa depan proyek kereta cepat. Prasetyo menyebut, Presiden Prabowo dan sejumlah menteri justru sedang membahas potensi perluasan rute Whoosh hingga Surabaya, Jawa Timur.
Langkah ini dinilai strategis untuk meningkatkan manfaat ekonomi proyek, memperluas pasar penumpang, dan memperkuat konektivitas antarkota besar di Pulau Jawa.